Munir Said Thalib, Sang Pejuang HAM
Munir Said Thalib, siapa yang tidak
kenal tokoh yang sangat terkenal ini? Disegani para pelaku HAM karena beliau
adalah salah satu dari pejuang HAM di negeri ini. Dia lahir di Malang, 8
Desember 1965. Mungkin beliau lahir memang untuk memperjuangkan Hak – Hak asasi
Manusia, beliau meninggal pada tanggal 07 September 2004 dalam perjalanannya
kembali ke negeri kincir angin Belanda untuk melanjutkan studinya di Universitas
Utrecht. Kematiannya menjadi misteri yang belum terpecahkan selama 12 tahun
belakangan ini.
Peran Penting
Keadilan. Barangkali keadilan adalah satu kata yang paling
sensitif bagi sebagian besar orang, khususnya masyarakat Indonesia. Betapa
tidak, jika pada orde baru banyak sekali aktivis hak asasi manusia yang
memperjuangkan nasib rakyat lewat jalur independen dan cenderung menentang
pemerintahan yang berkuasa kala itu harus rela hilang dan tidak kembali atau
kembali dalam keadaan tidak bernyawa. Berhasil digulingkan pada tahun 1998,
Indonesia akhirnya ada pada titik yang disebut reformasi. Namun, berganti menjadi
reformasi ternyata tidak berarti bagi pejuang hak asasi manusia. Lihat saja
contohnya, pembunuhan di pesawat pada aktivis hak asasi manusia yang dikenal
sangat tajam dalam mengkritik pemerintahan, Munir Said Thalib.
Berawal dari melambungnya nama Munir sebagai salah satu
pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik oleh Tim Mawar dari Kopassus
setelah masa tergulingnya Soeharto dari pemerintahan, Munir ternyata menjadi
target pembunuhan selanjutnya. Banyak asumsi menyebutkan, dari Munir, kebenaran
tentang kasus penculikan yang ada pada masa itu akan terkuak. Jauh sebelum
namanya melambung, sejak tahun 1998, pria kelahiran Malang, 8 Desember 1965 ini
telah banyak berkontribusi dalam memperjuangkan hak asasi manusia. Ia bahkan
dikenal berani dalam bertindak. Beberapa kasus pelanggaran HAM yang berhasil
ditangani Munir salah satunya adalah kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa
di Jakarta (1997-1998), pembunuhan besar-besaran terhadap masyarakat sipil di
Tanjung Priok (1984 hingga 1998), dan penembakan mahasiswa di Semanggi, Tragedi
I dan II (1998-1999). Terlebih dari itu, masih banyak kasus yang sedikit demi
sedikit membuat namanya semakin banyak dikenal masyarakat.
Dulunya, semasa kuliah di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, ayah dari dua anak ini aktif berorganisasi dan bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Latar belakang lain kegilaannya dalam dunia hukum dan hak asasi manusia dipengaruhi oleh perkenalannya dengan sosok demonstran bernama Bambang Sugianto yang acap kali mengajaknya berdebat dan membuatnya terpacu untuk menekuni dunia hukum lebih lanjut. Ditambah lagi dengan pengaruh buku tentang memperjuangkan nasib buruh yang ia baca, semakin menambah ketertarikannya untuk menekuni dunia perburuhan. Hingga pada tahun 1996, suami dari Suciwati ini mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Dari sanalah tindak agresifnya demi kemajuan hak asasi manusia semakin terlihat nyata. Tak hanya Kontras, Munir juga mendirikan Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial.
Dulunya, semasa kuliah di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, ayah dari dua anak ini aktif berorganisasi dan bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Latar belakang lain kegilaannya dalam dunia hukum dan hak asasi manusia dipengaruhi oleh perkenalannya dengan sosok demonstran bernama Bambang Sugianto yang acap kali mengajaknya berdebat dan membuatnya terpacu untuk menekuni dunia hukum lebih lanjut. Ditambah lagi dengan pengaruh buku tentang memperjuangkan nasib buruh yang ia baca, semakin menambah ketertarikannya untuk menekuni dunia perburuhan. Hingga pada tahun 1996, suami dari Suciwati ini mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Dari sanalah tindak agresifnya demi kemajuan hak asasi manusia semakin terlihat nyata. Tak hanya Kontras, Munir juga mendirikan Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial.
Temuan Utama.
Berkeinginan untuk melanjutkan studi di Universitas Ultrech,
Munir yang sudah banyak diincar oleh orang-orang yang tidak suka dengan
perjuangannya ternyata telah direncanakan pembunuhan atasnya. Saat itu, pesawat
baru saja tinggal landas dari bandara Changi Singapura, Munir yang sebelumnya
minum jus jeruk tiba-tiba mengeluh sakit perut, menduga jika maagnya kambuh
akibat jus jeruk dan meminta obat pada pramugari yang tengah melintas saat itu.
Namun, obat yang dikehendaki Munir tidak tersedia saat itu, sehingga Munir
hanya bisa menahan sakit dan berulang kali muntaber serta buang air besar.
Hingga perjalanan sampai di India, Munir meminta pramugara untuk memanggilkan
dokter Tarmizi yang kebetulan sempat berkenalan saat transit di Singapura.
Banyak cara yang dilakukan dokter spesialis bedah toraks kardiovaskular
tersebut untuk membantu Munir, diantaranya dengan memberikan obat sakit perut
New Diatabs serta obat mual dan perih kembung Zantacts dan Promag yang dibawa
Tarmizi sendiri karena pihak pesawat tidak menyediakan obat saat itu. Tak
berlangsung lama, Tarmizi kemudian menyuntikkan obat antimual dan muntah,
Primperam, yang berhasil membuat Munir tertidur selama 2-3 jam. Namun,
lagi-lagi saat itu Munir mengeluh perutnya kembali sakit dan ia memutuskan
untuk pergi ke toilet. Karena sakit perutnya tak kunjung reda, akhirnya Tarmizi
menyuntikkan Diazepam, obat penenang, pada bahu kanan Munir. Tak bereaksi
banyak, Munir masih merasakan sakit pada perutnya. Hingga akhirnya dalam
rentang waktu Munir beristirahat sebelum 2 jam pesawat mendarat di Bandara
Schipol, purser yang menjaga Munir menemukan Munir tertidur dalam posisi miring
dengan air liur tak berbusa. Mendapati pergelangan tangan yang membiru, purser
segera memanggil Tarmizi untuk mengecek lebih lanjut. Dan, benar saja, Munir
dinyatakan telah meninggal empat puluh ribu kaki di atas tanah Rumania.
Pada 12 November 2004, polisi Belanda yang telah melakukan otopsi mengeluarkan berita mengejutkan yakni ditemukan senyawa arsenik pada tubuh Munir yang diduga diberikan pada jus jeruk yang diminum.
Pada 12 November 2004, polisi Belanda yang telah melakukan otopsi mengeluarkan berita mengejutkan yakni ditemukan senyawa arsenik pada tubuh Munir yang diduga diberikan pada jus jeruk yang diminum.
Penegakan Keadilan Bagi Dirinya
Pada 19 Juni 2008,
Mayjen (purn) Muchdi Pr, yang kebetulan juga orang dekat Prabowo Subianto dan
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, ditangkap dengan dugaan kuat bahwa dia adalah
otak pembunuhan Munir. Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya.Namun
demikian, pada 31 Desember 2008, Muchdi divonis bebas. Vonis ini sangat
kontroversial dan kasus ini tengah ditinjau ulang, serta 3 hakim yang
memvonisnya bebas kini tengah diperiksa.
Pada 20 Desember 2005
Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas
pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot
Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin
mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan
bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari
sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak
menjelaskan lebih lanjut. Selain itu Presiden Susilo juga membentuk tim
investigasi independen, namun hasil penyelidikan tim tersebut tidak pernah
diterbitkan ke publik.
Pada 19 Juni 2008,
Mayjen (purn) Muchdi Pr, yang kebetulan juga orang dekat Prabowo Subianto dan
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, ditangkap dengan dugaan kuat bahwa dia adalah
otak pembunuhan Munir. Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya.Namun,
pada 31 Desember 2008, Muchdi divonis bebas. Vonis ini sangat kontroversial dan
kasus ini tengah ditinjau ulang, serta 3 hakim yang memvonisnya bebas kini
tengah diperiksa.
Meninggalnya Saksi Kunci.
Kehilangan
seorang saksi kunci yang dapat memberikankan keterangan tentang kebenaran pada
kasus ini merupakan pukulan berat, salah satu contohnya sewaktu deputi VII Badan
Intelejen Negara (BIN), Bijak Subianto dan Raymond J Latuihamalo atau Ongen.
Ongen tewas dalam kecelakaan pada tahun lalu. Ongen merupakan orang yang berada
satu pesawat dengan Munir beberapa saat sebelum pejuang HAM itu tewas diracun
arsenik.
"Ongen meninggal dengan peristiwa
latar belakang yang sangat aneh. Ia naik mobil, duduk di depan. Ada orang yang
menyiram air, tiba-tiba meninggal. Dalam kesaksian, Ongen adalah orang yang
mengetahui di Changi itu, duduk antara Pollycarpus, Ongen dan Cak Munir. Dia
juga diduga tahu bagaimana racun itu ke minuman Cak Munir. Jadi paling tidak,
empat orang tewas dalam sejarah pengungkapan pembunuhan Cak Munir, karena
jejaknya tak ingin diketahui," kata Choirul Anam saat memberi kesaksian di
acara Memutus Lingkar Kekerasan di Perpustakaan Nasional, Jakarta.
Pengakuan Pemerintah, Mengenai Dokumen
Hilang.
Publik
dikejutkan dengan pernyataan pemerintah baru – baru ini yang menyatakan bahwa
dokumen Munir ini hilang, dokumen yang dahulu sudah di selesaikan
investigasinya oleh Tim Pencari Fakta atau TPF pada 2005 silam dan diserahkan
pada Presiden Republik Indonesia pada waktu itu, Menurut Hendradi yang dikutip
dari okezone.com beliau tidak yakin bahwa dokumen itu hilang begitu saja,
pasalnya dokumen tersebut sudah disalin sebanyak tujuh eksemplar dan sudah di
berikan ke beberapa institusi terkait, bahkan dokumen itu sekarang sudah
tersebar melalui internet.
Jika
dokumen itu hilang mungkin menjadi pukulan berat bagi TPF yang bekerja saat ini
untuk melanjutkan Kasus ini. Atau kita dapat mengkaitkan pernyataan ini dengan
masalah politik di negeri ini yang semakin sensitive.
Ya,
sudah 12 tahun lamanya kasus ini bergulir namun hanya satu tersangka yaitu Pollycarpus
Budihari Priyanto, pilot Garuda, yang dijatuhi hukuman penjara 14 tahun atas
keterkaitannya terhadap pembunuhan Munir, namun kasus ini belum sampai di titik
final karena belum ada kejelasannya, dan mari kita tunggu saja apakah kasus ini
akan mengeluarkan fakta baru? Atau kasus ini berhenti saja dan keadilan Munir
tidak ditegakkan?
Sumber:
Komentar
Posting Komentar